Jumat, 03 Desember 2010

TEKNOLOGI SUMBERDAYA LAHAN
ISU-ISU KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN DI KAWASAN PEGUNUNGAN
Oleh :
SURYADI (0810483046)*



ISU-ISU KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN DI KAWASAN PEGUNUNGAN

  • LATAR BELAKANG

Di negara agraris, seperti Indonesia, pembangunan ekonomi sangat ditentukan oleh pembangunan pertanian. Dalam kondisi krisis moneter yang diikuti oleh krisis ekonomi sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini, sektor pertanian tumbuh positif sementara sektor lainnya tumbuh negatif, sehingga sektor pertanian telah menjadi penyelamat perekonomian nasional. Fakta ini membuktikan bahwa pembangunan pertanian perlu terus didorong untuk mendukung keberlanjutan pembangunan ekonomi.
Secara umum, keberhasilan pembangunan pertanian ditentukan oleh lingkungan tumbuh komoditas pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Agroekosistem atau faktor biofisik seperti jenis tanah dan iklim (intensitas cahaya, curah hujan, kelembaban, dan suhu) dapat menjadi peluang atau masalah dalam pembangunan pertanian, bergantung kepada kemampuan petani atau pelaku agribisnis lainnya dalam menggunakan teknologi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam.
Budidaya pertanian di lahan pegunungan dihadapkan pada faktor pembatas biofisik seperti lereng yang relatif curam, kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi dan curah hujan yang relatif tinggi. Kesalahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan di daerah pegunungan dapat menimbulkan kerusakan atau cekaman biofisik berupa degradasi kesuburan tanah dan ketersediaan air yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di lahan pegunungan, tetapi juga di dataran rendah.
Penerapan teknologi sistem usahatani konservasi dan pengelolaan lahan pegunungan yang tepat guna dan tepat sasaran dapat memberi keuntungan ekonomi dan melindungi lingkungan secara simultan. Dengan demikian pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi secara berkelanjutan dapat terwujud. Oleh karena itu dipandang perlu menerbitkan Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan. Pedoman ini dapat dijadikan dasar dalam penyusunan petunjuk teknis oleh instansi terkait di daerah.
Sekitar 45% wilayah Indonesia berupa perbukitan dan pegunungan yang dicirikan oleh topo-fisiografi yang sangat beragam, sehingga praktek budidaya pertanian di lahan pegunungan memiliki posisi strategis dalam pembangunan pertanian nasional. Selain memberikan manfaat bagi jutaan petani, lahan pergunungan juga berperan penting dalam menjaga fungsi lingkungan daerah aliran sungai (DAS) dan penyangga daerah di bawahnya.
Berbagai tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, tanaman pangan, dan ternak dihasilkan di lahan pegunungan. Sebagian besar tanaman sayur-sayuran dan bunga-bungaan dihasilkan di tanah Andisols dan Alfisols dengan elevasi berkisar antara 350-1500 m di atas permukaan laut (dpl). Tanaman pekebunan seperti kopi, teh, kina, dan berbagai jenis buah-buahan juga banyak diproduksi di lahan pegunungan. Lahan pegunungan yang merupakan hulu DAS juga berperan penting dalam menjaga tata air DAS itu sendiri, mempertahankan keanekaragaman hayati, mengendalikan erosi, dan menambat karbon di atmosfer sehingga mengurangi pemanasan global.
Praktek pertanian yang baik di wilayah pegunungan dapat memberikan keuntungan langsung kepada petani di samping menghasilkan berbagai jasa yang dibutuhkan masyarakat pada umumnya, antara lain sebagai obyek wisata agro, penyedia lapangan kerja, penggalang ketahanan pangan, dan penyedia berbagai fungsi lingkungan seperti pengendali erosi dan longsor, penghasil oksigen, dan pengatur tata air DAS.


Profil Singkat Wilayah Study Kasus
Lampung dalam perkembangannya menerima sejumlah transmigrasi untuk menambah populasi penduduk. Keberadaan transmigrasi ternyata pada kondisi tertentu mempercepat perubahan penggunaan lahan di Lampung. Pertambahan penduduk akibat transmigrasi yang cukup besar di Lampung pada tahun 1978 sampai 1984 pada sisi lain memperlihatkan pertambahan areal kebun dari sekitar 32% menjadi 64%. Pertambahan areal kebun ini berasal dari penggunaan lahan berupa hutan, semak belukar dan lalang/rumput.

Sumber Daya Alam Yang Mengalami Gangguan
  • Terus menurunnya kondisi hutan.
Hutan merupakan salah satu sumber daya yang penting, tidak hanya dalam menunjang perekonomian nasional tetapi juga dalam menjaga daya dukung lingkungan terhadap keseimbangan ekosistem dunia. Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah dengan luas hutan yang besar dibanding dengan provinsi lainnya di Indonesia. Tulang Bawang Lampung sebagian besar terletak di Provinsi Lampung yaitu seluas 625.000 Ha dari keseluruhan luas Tulang Bawang Lampung

  • Tanah Tergerus Akibat Erosi Dan Longsor. .
Bahaya longsor dan erosi akan meningkat apabila lahan pegunungan yang semula tertutup hutan dibuka menjadi areal pertanian tanaman semusim yang tidak menerapkan praktek konservasi tanah dan air

  • Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai).
Praktik penebangan liar dankonversi lahan menimbulkan dampak yang luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS. Kerusakan DAS tersebut juga dipacu oleh pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir serta kelembagaan yang masih lemah. Hal ini akan mengancam keseimbangan ekosistem secara luas, khususnya cadangan dan pasokan air yang sangat dibutuhkan untuk irigasi, pertanian, industri, dan konsumsi rumah tangga.










  • KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN KAWASAN PEGUNUNGAN


  • Karakteristik Kawasan Pegunungan
Tiap musim hujan datang, banyak terjadi tanah longsor terutama di daerah perbukitan dan kawasan pegunungan dan tidak jarang merenggut korban jiwa dan harta benda. Pada kenyataannya lahan pegunungan merupakan kawasan pertanian yang produktif, yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari guna menopang ekonomi keluarga dengan mengusahakan berbagai macam tanaman terutama hortikultura, perkebunan dan tanaman pangan, yang memberikan manfaat bagi jutaan petani lahan pegunungan.
Yang perlu diwaspadai, adalah bila budidaya pertanian di daerah lahan pegunungan tidak memperhatikan prinsip konservasi tanah dan air, maka wilayah tersebut akan rentan terhadap longsor dan erosi
  • Permasalahan Kawasan Pegunungan
  • Kemiringan Lahan/Lereng
Keadaan topografi di wilayah Tulang Bawang Lampung bervariasi, mulai dari datar, bergelombang, berbukit dan bergunung dengan kemiringan lahan lebih dari 40%. Berdasarkan hasi analisis peta lereng 1:50.000.


NO
KELAS LERENG
LUAS (Ha)
PERSENTASI
1
2
3
4
5

Lereng A : Datar (0-8%)
Lereng B : Landai (8-15%)
Lereng C : Agak Curam (15-25%)
Lereng D : Curam (25%-40%)
Lereng E : Sangat Curam (> 40%)
13318
9279
8323
8499
581
35,09
24,44
21,93
22,39
1,53


37.954
100
Sumber : Pengukuran Planimetris Peta lereng 1 : 50000.


Kondisi Lahan di Tulang Bawang Lampung dengan Kondisi Topografi Berlereng



  • Penggunaan Lahan

Cara masyarakat menggunakan lahan mempengaruhi besar erosi dan produktivitas lahan. Pola penggunaan lahan yang ada di suatu tempat dapat memberikan gambaran bagaimana aktivitas masyarakat yang sebelumnya sehingga dapat digunakan menjadi indikator bagaimana masyarakat memperlakukan sumberdaya alam. Perubahan penggunaan lahan yang ada dapat digunakan untuk mengevaluasi perkembangan daerah aliran sungai karena penggunaan lahan merupakan hasil interaksi dari manusia, tanah, tumbuhan yang ada di lahan.

Areal Kebun Kopi Rakyat Yang Baru Dibuka di Daerah Berlereng


Walaupun berpeluang untuk budidaya pertanian, lahan pegunungan rentan terhadap longsor dan erosi, karena tingkat kemiringannya, curah hujan relatif lebih tinggi, dan tanah tidak stabil. Bahaya longsor dan erosi akan meningkat apabila lahan pegunungan yang semula tertutup hutan dibuka menjadi areal pertanian tanaman semusim yang tidak menerapkan praktek konservasi tanah dan air, atau menjadi areal peristirahatan dengan segala fasilitas yang dibangun dengan tidak mengacu pada prinsip ramah lingkungan.
Dalam beberapa tahun terakhir, bencana alam banjir dan longsor makin meningkat, baik daya rusak maupun intensitasnya. Bencana tersebut telah menimbulkan banyak korban manusia, harta, lahan pertanian, infrastruktur dan sebagainya. Degradasi lahan juga makin meningkat dan meluas, terutama akibat tingginya tingkat erosi tanah, khususnya di daerah pegunungan. Longsor dan erosi di kawasan pegunungan selain ditentukan oleh karakteristik lahan dan kondisi iklim juga dipengaruhi oleh sistem dan teknik budidaya pertanian di wilayah tersebut.
Fungsi ekonomi dan fungsi ekologis sering dipertentangkan dan tidak jarang menimbulkan konflik. Kasus penggusuran petani dan pemusnahan tanaman kopi di kawasan Tulang Bawang Lampung pada pertengahan tahun 1990-an dan di Kabupaten Manggarai di awal tahun 2000-an merupakan contoh konflik yang dipicu oleh kekhawatiran aparat terhadap kerusakan kualitas DAS karena budidaya tanaman kopi yang tidak mengikuti kaidah konservasi. Sebenarnya, lahan pegunungan berpeluang menjadi tumpuan ekonomi masyarakat tanpa mengorbankan kualitas DAS dan kelestarian sumberdaya lahan.

  • Persepsi Terhadap Lingkungan dan Alam

Penduduk Tulang Bawang Lampung sebagian besar tidak setuju terhadap usaha pembukaan kawasan hutan menjadi kebun kopi tetapi mereka tidak dapat menyalahkan warga lainnya yang melakukan pembukaan hutan untuk dijadikan lahan dengan alasan untuk menghidupi keluarga mereka.
Hutan lindung bagi penduduk adalah tanah yang ditumbuhi oleh tanaman-tanaman besar dan berusia tua dan lebat. Hutan lebat mereka sebut sebagai hutan lindung atau rimba sedangkan hutan yang kurang lebat mereka sebut sebagai belukar. Jenis hutan yang banyak dibuka oleh penduduk adalah belukar. Lahan belukar sebagian besar dulunya adalah kebun kopi yang dengan terpaksa harus ditinggalkan oleh para penggarapnya, karena adanya keputusan pemerintah yang menyebutkan bahwa wilayah tersebut adalah wilayah kawasan hutan lindung.
Belukar yang dulunya kebun kopi dan telah ditumbuhi tanaman-tanaman keras, kembali mereka jadikan kebun. Pembukaan lahan belukar pada umumnya dilakukan oleh masyarakat yang dulu merupakan pemilik lahan tersebut dan atau masyarakat sekitar yang tidak memiliki lahan kopi untuk digarap. Penduduk juga membuka rimba dan hutan lindung seperti yang terjadi di Tulang Bawang Lampung

Pembukaan Lahan Hutan Menjadi Areal Kebun Kopi

Pembukaan kawasan Rimba menjadi kebun kopi umumnya dilakukan oleh penduduk yang memiliki modal besar. Di kawasan bukit Temiangan para perambah hutan sudah benar-benar merubah hutan tersebut menjadi kebun kopi muda yang diharapkan dapat segera berproduksi. Lokasi penduduk dan pemanfaatan jasa lingkungan sangat menentukan bagaimana persepsi dan perilaku penduduk terhadap alam. Perbedaan persepsi dan kebutuhan akan sumberdaya alam dapat memicu konflik diantara penduduk desa seperti Tambak Jaya dan Sukaraja. Dalam pertentangan ini yang menjadi permasalahan adalah kawasan Tulang Bawang Lampung ini merupakan kawasan hutan seluas 360 ha.

Kebun Kopi Muda di Kawasan Hutan Lindung

Kawasan hutan ini dipandang sebagai hutan desa yang selalu dijaga dan dilindungi oleh masyarakat karena berfungsi sebagai sumber air bagi masyarakat desa. Pemerintah memberikan penghargaan Kalpataru kepada Desa karena kawasan hutan ini terjaga dan sejak itu masyarakakat menyebut hutan tersebut hutan Tulang Bawang Lampung. Konflik dimulai dengan adanya pemekaran desa Sukaraja menjadi dua desa yaitu desa Sukaraja dan desa Tambak Jaya. Dari hasil pemekekaran tersebut ternyata kawasan Hutan Tulang Bawang Lampung masuk menjadi wilayah Desa Tambak Jaya. Penduduk Tambak Jaya mempertanyakan mengapa kawasan hutan tersebut tidak boleh dibuka padahal dari hasil informasi yang mereka punya dan keterangan peta , ditemukan bahwa tidak seluruh dari hutan tersebut adalah kawasan hutan lindung tetapi hanya 10 ha dari keseluruhan luas. Dan karena itu mereka mulai mengusahakan agar dapat segara membuka areal tersebut untuk lahan pertanian. Menanggapi hal tersebut masyarakat Sukaraja berusaha untuk mempertahankan keberadaan hutan tersebut karena sangat penting bagi kesediaan air masyarakat







  • STRATEGI MANAGAMENT KAWASAN PEGUNUNGAN
  • Pengelolaan Lahan Yang Tepat Guna
Yang dimaksud dengan lahan pegunungan adalah lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan pada ketinggian > 350 m di atas permukaan air laut (dpl). Zona sistem usaha tani (SUT) konservasi atau wanatani beriklim basah (curah hujan > 1.500 m mm/tahun) dan beriklim kering (curah hujan < 1.500 mm/tahun, tetapi hujan terdistribusi pada periode pendek, sehingga volume dan intensitas hujan cukup tinggi pada bulan-bulan tertentu). Di lahan pegunungan, budidaya perkebunan dihadapkan kepada faktor pembatas biofisik seperti lereng yang relatif curam, kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi, curah hujan yang relatif tinggi dan lain-lain.
Kesalahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan di daerah pegunungan dapat menimbulkan kerusakan berupa degradasi kesuburan tanah dan ketersediaan air yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di lahan pegunungan tetapi juga di dataran rendah. Diterapkannya pengelolaan lahan pegunungan yang tepat guna dan tepat sasaran melalui teknologi sistem usahatani konservasi, dapat memberikan keuntungan secara ekonomi dan melindungi lingkungan secara simultan sehingga pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi secara berkelanjutan dapat terwujud.
  • Pembangunan kehutanan diarahkan untuk:

  • Memperbaiki sistem pengelolaan hutan dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan hutan, meningkatkan koordinasi dan penguatan kelembagaan dalam wilayah DAS, serta meningkatkan pengawasan dan penegakan hukumnya;
  • Mencapai kesepakatan ditingkat pemerintahan kabupaten/kota dalam mengimplementasikan pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan;
  • Mengefektifkan sumber daya yang tersedia dalam pengelolaan hutan;
  • Memberlakukan moratorium di kawasan tertentu;
  • Memanfaatkan hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungannya secara optimal.

  • Pembangunan lingkungan hidup diarahkan untuk:

  • Mengarusutamakan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan;
  • Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat propinsi dan kabupaten/kota;
  • Meningkatkan upaya harmonisasi pengembangan hukum lingkungan dan penegakannya secara konsisten terhadap pencemar lingkungan;
  • Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatanpembangunan;
  • Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, terutama dalam menangani permasalahan yang bersifat akumulasi, fenomena alam yang bersifat musiman dan bencana;
  • Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup dan berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup; dan
  • Meningkatkan penyebaran data dan informasi lingkungan, termasuk informasi wilayah-wilayah rentan dan rawan bencana lingkungan dan informasi kewaspadaan dini terhadap bencana

  • program Peningkatan produksi kehutanan

Program ini bertujuan untuk memanfaatkan potensi hutan secara lebih efisien, optimal, adil, dan berkelanjutan dengan mewujudkan unit-unitpengelolaan hutan produksi lestari dan memenuhi kaidah sustainable forest management (SFM) serta didukung oleh industri kehutanan yang kompetitif. Kegiatan pokok yang tercakup dalam program ini meliputi:
1. Penetapan kawasan hutan;
2. Penetapan kesatuan pengelolaan hutan;
3. Penatagunaan hutan dan pengendalian alih fungsi dan status kawasan hutan;
4. Pengembangan hutan kemasyarakatan dan usaha perhutanan rakyat;
5. Pembinaan kelembagaan hutan produksi;
6. Pengembangan sertifikasi pengelolaan hutan lestari;
7.Pengembangan hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungannya;
8. Konservasi sumber daya hutan.

  • Program Rehabilitasi Lahan Kritis

Program ini bertujuan untuk melakukan upaya-upaya perlindungan sumber daya hutan dan memulihkan fungsi hutan serta lahan yang telah mengalami degradasi sehingga fungsi lindungan dan fungsi produksinya dapat ditingkatkan. Kebijakan yang ditempuh adalah memulihkan lahan kritis; meningkatkan ketrampilan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan reboisasi/penghijauan serta meningkatkan partisipasi dan pengetahuan masyarakat tentang pengelolan SDA.
Kegiatan pokok yang tercakup dalam program ini meliputi:
  • Pengembangan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan;
  • Penunjang Pengembangan dan, Pengembangan Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu dan Pengembangan Penelitian Kehutanan;
  • Pengelolaan Kawasan Lindung;
  • Penunjang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Konservasi Keanekaragaman Hayati;
  • Pengelolaan dan Pembinaan Reboisasi/Penghijauan;
  • Penunjang Pengelolaan dan Pembinaan Reboisasi/Penghijauan.



  • Teknik budidaya sayuran di lereng
Pada teknik ini menyesuikan keadaan lereng pegunungan yang akan di gunakan sebagai tempat penanaman. Berikut di sajikan teknik budidaya sayuran yang di lakukan dalam berbagai macam bedengan oleh petani sayuran dataran tinggi di Indonesia


Bedengan searah lereng
Bedengan adalah gundukan yang sengaja di buat oleh petani untuk menanam sayuran dengan dengan lebar dan tinggi tertentu, dan di antara dua bedengan di pisahkan oleh saluran atau parit drainase yang berguna untuk mengalirkan air agar aerasi tanah atau kelembaban tanah dalam bedengan tetap terjaga. Umumnya petani membuat bedengan dengan gundukan selebar 70-120 cm. dengan panjang bervariasi mengikuti arah lereng dengan tinggi 20-30 cm. hal ini untuk menghindari pengikisan dan hanyutnya hara oleh air sehingga dapat menurunkan produktivitas tanahnya.
Gambar bedengan searan lereng

Bedengan diagonal terhadap lereng
Cara tersebut merupakan salah satu upaya petani untuk menekan laju erosi, namun tetap menyediakan kondisi aerasi tanah yang abik. Akan tetapi laju erosi pada lahan sayuran dengan teknik bedengan yang di modifikasi tersebut ternyata masih cukup tinggi, karena volume air atau laju aliran permukaan yang mengalir di dalam saluran di antara dinding bedengan masih besar dan tinggi untuk mengikis dinding-sinding bedengan dan dasar saluran di antara bedengan , sehingga masih banyak tanah yang tererosi.




Bedengan dengan mulsa plastik
Akhir–akhir ini banyak dijumpai usaha tani sayur, terutama cabai dan tomat yang ditanam dalam bedeng searah lereng dengan permukaan tanah dalam bedengan ditutupi plastic, biasanya berwarna hitam. Cara tersebut banyak keuntungannya, diantaranya dapat mengatasi masalah penggunaan tenaga kerja untuk penyiangan karena gulma tidak mampu tumbuh di bawah plastic, kelembapan tanah tetap terjaga, dan tidak terjadi pengikisan atau penghancuran permukaan tanah, sehingga tidak ada erosi.


Bedengan dengan teras bungku
Bedengan di buat searah lereng pada bidang-bidang bungku. Namun, sangat di sayangkan bahwa teras bungku tersebut umumnya miring keluar sehingga erosi atau longsor masih mungkin terjadi.



  • KESIMPULAN

Teknologi konservasi pada Lahan Pegunungan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum tentang cara berusahatani yang baik dan teknik pengendalian longsor dan erosi yang tepat. Tujuan pedoman umum ini adalah:
  • Untuk dijadikan acuan oleh pengguna lahan, penyuluh, organisasi petani/ kemasyarakatan dan pengambil kebijakan dalam perencanaan dan pelaksanaan budidaya pertanian di lahan pegunungan.
  • Sebagai dasar penyusunan petunjuk teknis (prosedur operasional baku) selanjutnya.

Manfaat dari penerapan pedoman umum ini adalah:
  • Berkurangnya intensitas dan frekuensi longsor.
  • Berkurangnya erosi sampai di bawah ambang batas yang diperboleh-kan sehingga degradasi lahan dapat dikurangi.
  • Terwujudnya sistem usahatani berkelanjutan di lahan pegunungan, yang secara ekonomi menguntungkan dan secara ekologi tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya lahan dan air.

* MAHASISWA Program Studi Agroekoteknologi FakultasPertanian Universitas Brawijaya Malang 2010


















2 komentar: